Selasa, 20 Oktober 2015

SEJARAH

SEJARAH SANGGAR 'ANTIKA BUDAYA'

 
Pemilik dari usaha ini adalah seorang laki-laki yang bernama Soekarjo dan istrinya.  Mereka biasa dipanggil dengan sebutan Pak Karjo dan Bu Karjo.  Pada awal sebelum dibentuknya sanggar ini, Pak Karjo yang awalnya seorang wayangan atau lakon di sebuah pertunjukan ketoprak ini sering melakukan latihan-latihan dengan para anggotanya.  Selain itu pada tahun 1982, terdapat pengumuman dari Radio Ferita bahwa akan diadakan Festival Lomba sendra tari Jawa se-Semarang.  Pak Karjo yang ingin mengikuti lomba tersebut mencoba untuk mengumpulkan orang-orang dan berlatih untuk dapat mengikutinya.  Mereka berlatih menumpang di gedung Akpari di daerah taman Pekunden Semarang.

Tetapi, ada berita buruk yang disampaikan pada beberapa hari sebelum lomba.  Berita buruknya adalah pembatalan Lomba Sendra Tari dari pihak panitia.  Mengetahui hal itu, Pak Karjo dan kawan-kawan tidak langsung patah semangat.  Pak Karjo malah memiliki inisiatif untuk membuka Sanggar dengan dasar sudah terkumpulnya para anggota.  Pak Karjo dan kawan-kawan mulai melakukan latihan rutin tanpa mengantongi ijin usaha.  Latihan tersebut berlangsung sampai beberapa tahun.

Dalam usaha Pak Karjo untuk mendirikan Sanggar, beliau juga diharuskan ijin kepada Dewan Kesenian Pendidikan dan Kebudayaan kota Semarang.  Ijin tidak serta merta diberikan kepada Pak Karjo.  Beliau diminta untuk membuat Sendra Tari sebagai syarat perijinan untuk mendirikan Sanggar.  Saat itu, pasangan suami-istri ini mengupayakan terbentuknya Sendra Tari agar mereka mendapatkan ijin tersebut dan pada akhirnya Sendra Tari telah berhasil di persembahkan.  Sendra Tari tersebut merupakan Sendra Tari pertama yang di persembahkan dari Sanggar tersebut.  Sendra Tari tersebut berjudul ‘Cut Meutia’ yang bertempatkan di Wisma Pancasila.

Pada tahun 1986, ijin dari Dinas Kesenian Pendidikan dan Kebudayaan kota Semarang diberikan kepada Pak Karjo.  Nama dari Sanggar ini adalah Sanggar Antika Budaya.  Sanggar ini merupakan pioneer di kota Semarang.  Dalam perkembangannya sampai sekarang, sanggar ini mengalami banyak perubahan.  Mulai dari tempat latihan yang selalu berubah-ubah, banyaknya murid-murid yang keluar masuk sanggar tersebut hingga sanggar yang hampir mati sudah dilalui oleh pasangan wirausahawan ini.

Usaha ini pun tidak menjadi usaha pokok pasangan suami-istri ini.  Usaha ini hanya sebagai penyaluran minat bakat mereka dan juga pelestarian budaya Jawa di kota Semarang ini agar tidak punah.  Pekerjaan pokok mereka adalah menjadi seorang guru honorer yang mengajar ekstrakulikuler tari hampir di seluruh TK, SD, SMP, dan SMA di kota Semarang.

0 komentar:

Posting Komentar

chatbox